Selasa, 07 Agustus 2012

Asuhan Keperawatan Pada Klien Thypoid


LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
a. Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
b. Typhoid adalah penyakit infeksi yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna atau gangguan kesadaran (Mansjoer A, 2000).
c. Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suriadi, 2001).
d. Typhoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi (Juwono R, 1996).
e. Typhoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypii (Hidayat, 2006).

B. ETIOLOGI
a. Penyebab typhoid adalah kuman salmonella typosa dan salmonella paratyphi A, B, dan C memasuki saluran pencernaan (Noer, 1996).
b. Penyebab typhoid adalah kuman salmonella typosa, yang merupakan basil gram negatif bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora. Kuman mempunyai 3 macam :
1. Antigen O (Ogne Houch) Somaus (terdiri dari rantai kompleks lipopoli sakarida).
2. Antigen H (Houch) terdapat pola flagella.
3. Antigen Vi (Kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis (Hasan, 1991).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 37oC dan mati pada suhu 54,4oC.

C. PATOFISIOLOGI
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus. Melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.

D. MANIFESTASI KLINIK
a. Pada minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan pemeriksaan suhu tubuh.
b. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia, lidah kotor, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma (Rampengan, 1993).
c. Menurut Ngastiyah (2005), gejala prodromal ditemukan seperti perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang. Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam. Biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor, perut kembung, hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan, dapat disertai konstipasi atau diare.
3. Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat). Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola (bintik-bintik kemerahan).

E. KOMPLIKASI
Pada usus halus. Umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
Perdarahan usus. Bila sedikit, hanya dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
Perforasi usus. Biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.
Komplikasi di luar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, koleosistisis, ensefalopati. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.


F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut FKUI (2005) untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a. Pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambaran leukopeni, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif (retikuloendotelial system) RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granolupoesis dan trombopoesis berkurang.
Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis
a. Biakan empedu
Basil salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.

b. Pemeriksaan widal
Pada permulaan terjadi penyakit, widal akan positif dan dalam perkembangan selanjutnya, misal 1 – 2 minggu kemudian akan semakin meningkat meski demam typhoid telah diobati.
Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis.
Menurut NN (2006) dikatakan meningkat dila titernya lebih dari 1/400 atau didapatkan kenaikan titer 2 kali lipat dari titer sebelumnya dalam waktu satu minggu.
Hasil widal akan bertahan positif cukup lama (berbulan-bulan) sehingga meski sembuh dari penyakit demam typhoid, widal masih mungkin positif. Tetapi tidak selalu pemeriksaan widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita typhus abdominalis sebagaimana terbukti pada autopsi setelah penderita meninggal dunia.
Titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut :
c. Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil coli patogen dalam usus.
d. Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.
e. Terdapat infeksi silang dengan ricketsia (werl felix).
f. Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil peroral atau pada keadaan infeksi subklinis.

G. PENATALAKSANAAN
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :
1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk ; jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.
4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat lainnya seperti kortikoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari (maksimum 2 gram per hari), diberikan 4 kali sehari per oral atau intavena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya.
Pembedahan
Pembedahan kurang diperlukan bila penggunaan obat-obatan dan dekompresi usus gagal mengatasi perdarahan saluran cerna yang berat. Tindakan tersebut juga dibutuhkan bila terjadi perforasi usus.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian anak dengan typhoid seperti ditemukan timbulnya demam yang khas yang berlangsung selama kurang lebih 3 minggu dan menurun pada pagi hari serta meningkat pada sore dan malam hari, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor ujung dan tepinya kemerahan, adanya meteorismus, terjadi pembesaran hati dan limfa, adanya konstipasi dan bahkan bisa terjadi gangguan kesadaran seperti apatis sampai somnolen, adanya bradikardia, kemungkinan terjadi komplikasi seperti pendarahan pada usus halus, adanya perforasi usus, peritonitis, peradangan pada meningen, bronkhopneumonia, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukopenia dengan limfositosis relatif, pada kultur empedu ditemukan kuman pada darah, urin, feses, dan uji serologis widal menunjukkan kenaikan pada titer antibodi O lebih besar atau sama dengan 1/200 dan H 1/200.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dari intake yang tidak adekuat.
Resiko cedera berhubungan dengan gangguan kesadaran.
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah.

C. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. I
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan suhu tubuh dalam batas yang normal (36 – 37 o C).
Kriteria Hasil :
o Suhu tubuh dalam batas normal
o Nadi dan respirasi dalam batas normal
o Tidak ada perubahan warna kulit
o Tidak ada pusing
Intervensi :
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
2. Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi.
3. Monitor warna kulit dan suhu.
4. Monitor hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa).
5. Kolaborasi dengan pemberian antibiotik, yaitu kloramfenikol.

Dx. II
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
o Tidak terjadi penurunan berat badan.
o Asupan nutrisi adekuat.
o Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi pasien.
2. Ketahui makanan kesukaan pasien.
3. Timbang berat badan pada interval yang tepat.
4. Anjurkan makanan sedikit tapi sering.
5. Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat.
7. Berikan informasi kepada keluarga tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana untuk memenuhinya.

Dx. III
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan cedera tidak terjadi.
 Kriteria Hasil :
o Keluarga akan mempersiapkan lingkungan yang aman.
o Keluarga akan mengenali resiko untuk menghindari cedera fisik.
 Intervensi :
1. Kaji status neurologis (GCS)
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tujuan dari tindakan pengamanan.
3. Jaga keamanan lingkungan pasien.
4. Libatkan keluarga untuk mencegah bahaya jatuh.
5. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital.
6. Dampingi pasien.
7. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk meminimalisis efek samping dari medikasi / pengobatan yang menyebabkan jatuh.

Dx. IV
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri berkurang / hilang.
Kriteria Hasil :
o Nyeri berkurang / hilang.
o Ekspresi wajah tidak tegang.
o Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif.
o Mengenali faktor penyebab nyeri.
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri yang komprehensif, meliputi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2. Gunakan teknik non farmakologi, misalnya teknik relaksasi.
3. Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal.
4. Berikan analgetik sesuai kebutuhan.
5. Kondisikan lingkungan yang nyaman dengan membatasi pengunjung.

Dx. V
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
o Intake dan output seimbang.
o Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1. Monitor mual dan muntah.
2. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
3. Anjurkan untuk minum yang banyak.
4. Monitor dan catat asupan dan haluaran cairan.
5. Monitor tanda-tanda vital.
6. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
7. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

D. EVALUASI
Dx. I
o Suhu tubuh dalam batas normal
o Nadi dan respirasi dalam batas normal
o Tidak ada perubahan warna kulit
o Tidak ada pusing

Dx. II
o Tidak terjadi penurunan berat badan.
o Asupan nutrisi adekuat.
o Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi.

Dx. III
o Keluarga akan mempersiapkan lingkungan yang aman.
o Keluarga akan mengenali resiko untuk menghindari cedera fisik.

Dx. IV
o Nyeri berkurang / hilang.
o Ekspresi wajah tidak tegang.
o Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif.
o Mengenali faktor penyebab nyeri.

Dx. V
o Intake dan output seimbang.
o Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal

DAFTAR PUSTAKA

Behirman, Richard E. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 12. Jakarta : EGC.

Betz, Cecily L. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar